Tuesday, March 21, 2006

Usir neoliberalisme dari Indonesia

Akhirnya Indonesia yang diwakili pertamina melakukan kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak pendukung perang Irak dan nanti Iran yaitu Exxon mobil, kerjasama ini dalam rangka eksploitasi minyak di blok Cepu ( jawa tengah). Tidak ada yang diuntungkan dari kerjasama ini meski di informasikan bahwa pemerintah pusat akan mendapat 85% hasilnya sedangkan pemerintah daerah 1%, namun saya tetap tidak akan yakin bahwa perjanjian ini akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya. Pada konteks ini saya tidak akan membicarakan berapa hasil yang harus kita dapat namun lebih kepada pemaknaan ideologi neoliberalisme dibelakang perjanjian ini. Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa ideologi globalisasi saat ini lebih pada perkembangan dari pemikiran kapitalisme dengan memakai ide baru yaitu neoliberalisme. Ideologi neoliberalisme inilah yang saat ini ramai ditentang oleh orang-orang di Amerika Latin sebagai contoh Venezuela,Bolivia,Cuba yang secara jelas menolak ide ini kemudian di Amerika Serikat sendiri banyak pengamat ataupun kaum mudanya menentang ide neolib ini. Bahkan di Eropa tahun yang lalu berhasil menolak referendum konstitusi uni eropa yang isinya sarat dengan kepentingan neoliberalisme.


Apa sebenarnya neoliberalisme? Ialah sebuah pemikiran ekonomi yang mendukung kepentingan segelintir orang baik berupa perusahaan ataupun individu. Secara tidak ilmiah bisa dikatakan bahwa teori neoliberalisme ini adalah hak bagi individu atau perusahaan untuk mengelola usaha-usaha publik. Seperti yang terjadi saat ini di Indonesia banyak sektor public yang telah siap-siap di privatisasi ataupun dijual kepada pihak neoliberalisme. Ide ini pula bukan hanya milik global tetapi sudah berjalan mendunia maka tidak heran kalau saja pihak kita di lokal bisa menjadi agen dari paham ekonomi ini. Sistem ini sangat jelas tidak adil bagi dunia bagaimana tidak seluruh isi di bumi ini dapat di beli dan dijual oleh kepentingan individu, melalui kaki tangan mereka seperti badan-badan dunia sampai Negara-negara. Makanya kemarahan saya meningkat ketika perjanjian ini ditanda tangani, apakah mereka tidak berpikir bahwa permainan neoliberal dapat mematikan kita semua. Dengan adanya ini apakah harga BBM akan turun? Kesejahteraan rakyat bisa merata? Gaji pekerja akan naik? Listrik tidak naik? Dan pendidikan bisa gratis sampai universitas? Jawabannya sudah pasti akan tidak karena dari perkembangan kenaikkan dan penjualan aset Negara tidak ada satupun yang menguntungkan rakyat ataupun Negara.


Kaum politisi akhirnya memainkan isu perjanjian ini menjadi alat mereka bersilat lidah seakan-akan mereka heroik, sehingga bisa-bisa rakyat malah pro terhadap neliberal karena kepusingan mereka menghadapi pesilat lidah ini. Sementara aksi penolakannya pun kebanyakkan berbau sektarian yang menjurus kearah agama tertentu yang ujung-ujungnya kebebasan agama jadi hilang malah bisa-bisa kita menjadi totalitarian baru dengan bentuk agama. Karena negara-negara Arab yang sangat ketat aturan agamanya pun ternyata dibelakangnya didukung oleh modal besar. Jadi sebenarnya apa yang harus kita lakukan menghadapi derasnya arus neoliberalisme yang masuk ini, sebelumnya saya bisa dikatakan sepakat dengan berbagai pihak kalau menolak masuknya Exxon mobil. Hal yang harus berani kita lakukan sebenarnya adalah berani menasionalisasikan perusahaan minyak tersebut terutama pertamina dan serahkan pengelolaan pertamina ditangan pekerja jangan berikan kepada negara ataupun direkturnya, kemudian pekerja melakukan kontrol penuh terhadap pendapatan pertamina lalu mengaturnya secara demokrartis. Artinya jangan kasih kepercayaan pimpinan pertamina kepada direktur, pekerja harus berani mengaturnya sendiri karena saya yakin kecerdasan pekerja akan lebih dibandingkan direkturnya yang proses kenaikan jabatannya tidak berlangsung demokratis karena pekerja tidak diberi hak untuk memilih. Kepemimpinan perusahaan pertamina harus berbentuk seperti dewan yang terdiri dari beberapa orang dan dipilih oleh karyawan pertamina sendiri bukan dari negara ataupun intervensi lainnya. Lalu bagaimana dengan rakyatnya? Yaitu setelah dewan ini terbentuk maka secara otomatis perusahaan minyak yang ada di Indonesia yang saat ini dikelola oleh Exxon mobil,caltex,british petroleum,cevron Texaco segera diambil alih oleh pertamina dibawah kontrol dan kekuasaan pekerja kalau perlu pekerja di perusahaan minyak tersebut diatas ikut mengambil alih kontrol. Setelah itu barulah pembagian uang banyak disalurkan kepada sektor-sektor lain seperti pendidikan,kemiskinan,kesehatan, dan kesejahteraan. Intinya negara ini harus benar-benar dikelola oleh pekerja bukan politisi yang sebenarnya dibelakang mereka adalah kepentingan bisnis juga baik orang lokal ataupun global.


Sebelum perjanjian Exxon kita diramaikan juga oleh kasus pertambangan emas Freeport di Papua, ini menjadi besar ketika ribuan suku adat disekitar lembah tambang emas tersebut melakukan aksi pemblokiran di depan pintu masuk Freeport. Aksi yang sempat meluas ke jakarta itu dengan perusakkan kantor Freeport di plaza 89 tersebut merupakan bentuk kekecewaan terbesar dari rakyat papua atas ketidak adilan yang mereka terima selama ini. Sejak perusahaan ini berdiri tahun 1967 di papua dengan berbagai macam perjanjian keuntungan namun tetap saja rakyat papua tidak mendapatkan hasil yang memadai, bahkan pada masa Soeharto mereka dibungkam dengan diberikannya opsi Operasi Militer yang dimana kala itu papua di kuasai oleh militer dengan dalil membasmi gerakan pengacau keamanan ( istilah yang dipakai orde baru untuk melindungi kepentingan kapital ) hal ini dilakukan juga pada masa di Aceh selama puluhan tahun. Perlu diketahui masuknya Freeport ke papua tahun 1967 tidak lepas dari hasil pembunuhan terhadap jutaan orang yang dianggap komunis oleh pemerintahan orde baru di bawah kendali jenderal soeharto. Kita tahu peristiwa 65 yaitu terjadinya G 30 S setelah itu berlanjut dengan pembantaian massal terhadap orang yang dituduh komunis hingga penjatuhan soekarno hingga kemudian deras masuknya perusahaan-perusahaan kapitalisme Amerika seperti Exxon di Aceh dan Freeport di papua pada akhir tahun 1960-an akhirnya dengan dalil membantai komunisme kapitalisme Amerika tersebut masuk kedalam Indonesia. Maka kita dapat lihat pada pemerintahan soeharto perusahaan dari koporasi Amerika memenuhi etalase jendela Indonesia. Hal ini pula yang dilakukan soeharto yang bekerja sama dengan Amerika Serikat ketika menginvasi Timur-Timor yang dipaksakan menjadi bagian Indonesia pada tahun 1976 karena ketakutan Amerika Serikat akan bangkitnya kekuatan kiri di Asia Tenggara. jadi hubungannya dengan peristiwa Freeport ini ialah kekuatan kapitalisme Amerika Serikat di Indonesia sangatlah berpengaruh besar yang secara tidak langsung adanya hubungan dengan teori konspirasi yang mereka ciptakan di negeri ini. Adalah Freeport yang hingga saat ini menciptakan teori konspirasi untuk memiskinkan Papua dan membiarkan mereka hidup dengan keterbelakangan, hingga wajar dengan peristiwa beberapa hari lalu ketika mahasiswa dan rakyat papua marah hingga terjadi bentrokkan dengan polisi yang menyebabkan beberapa anggota polisi tewas. Namun sangat disayangkan ketika media meliput seakan-akan pembantaian itu hanya dilakukan oleh rakyat papua yang terkenal kejam padahal media sebenarnya tidak meliput kekejaman apa yang dilakukan para aparat terhadap para demonstran, sehingga saya melihat ada pola kesengajaan dari media yang ingin menyalahkan salah satu orang ataupun kelompok. Saya hanya melihat solusi terbaik adalah ambil alih Freeport ketangan rakyat papua untuk mereka kelola sendiri jangan berkata rasis terhadap mereka yang selama ini kita anggap bodoh,karena selama ini pola pikir kita telah disetting untuk merendahkan rakyat papua. Biarkan rakyat Papua menentukan nasibnya sendiri apalagi Freeport telah merugikan mereka bertahun-tahun dan pemerintah pusat Indonesia hanya memikirkan kerugian akan nama baik luar negeri dari segi investasi bukan kemanusiaan.


Kalau kita mau lihat bahwa kekuatan neoliberalisme di Indonesia masuk melalui berbagai macam cara, kasus Exxon dan Freeport hanyalah hasil final yang telah berhasil mereka capai. Namun kita juga harus mewaspadai agen-agen mereka di Indonesia, mereka bisa masuk melalui akademisi, pengusaha, ataupun pemerintahan. Dari akademisi kita bisa lihat dengan dibangunnya badan-badan bantuan seperti USAID, Ford foundation, rocketfeller foundation , ataupun badan-badan penelitian seperti CSIS, freedom institute dll. Melalui pengusaha ialah perusahaan-perusahaan korporat baik yang beskala kecil hingga besar mereka bisa masuk di segala sektor. Bahkan kini dalam bentuk media mereka juga menguasai yaitu melalui kerjasama seperti fox tv yang bekerjasama dengan antv, cnn bekerjasama dengan metro tv. Maka tidak heran apabila isu-isu yang dihembuskan oleh media saat ini sangat membiaskan kita untuk menontonnya, dimana tujuannya adalah agar proses korporat bergerak tidak terlihat oleh publik kita. Sedangkan pemerintahan tidak hanya kita yang menjadi kaki tangannya tapi juga melalui badan-badan seperti world bank,imf, wto, wef dll. Sehingga pemerintahan mau tidak mau suka tidak suka harus bekerjasama dengan mereka karena apabila tidak niscaya sanksi bisa jatuh kepada kita.


Akhirnya bisa kita simpulkan bahwa ternyata ekonomi neoliberalisme telah ada di Indonesia bahkan banyak yang kini berebut untuk menjadi agen mereka. Tidak heran kalau isu pornographi pun dihembus oleh neolib ataupun kapitalisme. Karena di balik konservatisme ternyata kekuatan kapital bermain hal ini dapat dibuktikkan di arab Saudi yang terkenal dengan syariat islam yang ketat namun apa dibalik itu semua si raja-raja minyak tetap menguasai ekonomi dan rakyat tetap terpuruk serta susah untuk hidup. Di Jakarta pun kita sekarang sedang diarahkan untuk menjadi pemuja neolib, dimana kita lihat ketika kampus mengeluarkan kebijakkan untuk mempintarkan mahasiswa tanpa memberi sense of social and critic, dewan kesenian dibentuk untuk mengumpulkan seniman agar tidak kritis, masyarakat dibagi-bagi dalam perkumpulan hobi, ruang-ruang publik dipagari bahkan esensi ruang publik adalah nongkrong di kafe yang mengarahkan kita ke konsumerisme, pekerja di beri kerjaan lebih sehingga sulit berpikir diluar kerjaan seperti bagaimana mereka berlibur,berdiskusi,membaca. Dan keluarga dipolarisasi sehingga patron ayah tetap menjadi ikon bahkan anak dijadikan alat kompetisi kebanggaan. Apa yang saya katakan ini merupakan realita kita yang perlahan-lahan diarahkan kepada neoliberalisme atau globalisasi ala mereka, kita harus sadar bahwa apabila sistem ini telah benar-benar masuk maka seluruh umat manusia di kita akan hancur. Bahkan yang lebih berbahaya ialah ketika kehidupan kita telah diatur oleh mereka, saya masih percaya bahwa perlawanan akan segera terjadi. Peristiwa yang saat ini terjadi di papua,perancis,palestina,irak,iran,Venezuela adalah bagian dari rentetan perlawanan mereka terhadap sistem globalisasi neoliberalisme. Usir neoliberalisme dari Indonesia dengan kekuatan rakyat dan pekerja menuju sistem keadilan bersama jadikan perlawanan di Indonesia menjadi inspirasi perlawanan di seluruh dunia……..

Wednesday, January 18, 2006

Suara massa dari Hongkong

Down-down WTO itulah slogan yang selalu terdengar di Victoria Park tempat para aktivis anti WTO berkumpul setiap hari dari tanggal 11 - 18 Desember 2005. Ribuan orang tiap harinya berkumpul di Taman Victoria ini untuk menyuarakan pendapatnya menolak pertemuan tingkat menteri WTO di Hongkong. Para aktivis yang terdiri dari petani, buruh migran, pemuda, akademisi,pekerja dan aktivis-aktivis masyarakat sipil dari seluruh dunia berdiskusi dan workshop di areal Victoria Park. Di luar areal Victoria Park ada juga yang setiap harinya melakukan aksi demonstrasi dengan berbagai macam slogan dan atribut guna menolak pertemuan WTO ini.

Pada hari pertama saya tiba yaitu tepatnya tanggal 11 Desember aksi yang berlangsung realtif di dominasi oleh buruh migran indonesia yang ada di Hongkong, dan demonstrasi pada tanggal ini lebih terlihat seperti karnaval karena hanya diramaikan oleh tari-tarian dan aneka boneka-boneka raksasa. Meskipun begitu slogan-slogan anti WTO terdengar di sepanjang jalan menuju kantor pusat pemerintahan Hongkong guna menyampaikan pendapatnya agar pertemuan WTO kali ini berjalan adil.

Esok harinya tanggal 12 Desember kegiatan di Victoria Park cukup banyak karena maklumlah pada tanggal ini konsentrasi aksi belum terlalu aktif hanya aksi-aksi kecil saja di sekitar lapangan. Pada tanggal ini pula para petani korea yang berjumlah ribuan orang baru saja berdatangan. seluruh media di Hongkong menyoroti kedatangan mereka karena mereka mengalami kesulitan masuk kedalam kota Hongkong walau begitu akhirnya mereka bisa memasuki kota ini.

13 Desember 2005 saya bangun sangat pagi sekali karena pada tanggal ini aksi dalam rangka menolak KTM VI WTO akan dimulai. Perjalanan dari Mongkok ( tempat saya menginap ) hingga Victoria Park memakan waktu 40 menit dengan MTR ( kereta underground ), pada hari ini suasan penjagaan ketat sangat terasa polisi berada di setiap jalan dan stasiun kereta bawah tanah. Ketika saya sampai di Victoria Park sangat terasa pula suasana perlawanan dari masyarakat sipil, ribuan orang sudah berkumpul dan masing-masing organisasi melakukan orasi memancing semangat demonstran. Pukul 2 siang massa mulai berjalan menuju Wanchai district tempat areal khusus untuk melakukan demonstrasi yang jaraknya kurang lebih 3 kilometer dari areal konferensi. Saya sendiri masuk dalam barisan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong yang sepanjang jalan dari Victoria hingga Wanchai meneriakkan yel yel Junk-Junk WTO, aksi massa yang berjalan melalui jalur khusus yang disediakan untuk massa aksi. Diantara himpitan gedung-gedung tinggi kota Hongkong dan maraknya tempat perbelanjaan yang menyimbolkan kota ini sebagai kota pasar bebas massa aksi berjalan dan terus berteriak menolak pasar bebas sedangkan warga kota hongkong juga banyak yang memadati jalan sepanjang jalur aksi. Sesampainya kami di arel demonstrasi udara dingin sangat terasa maklumlah saat itu cuaca sekitar 16 derajat celcius namun militansi massa masih tetap ada. Hal ini di buktikkan ketika baru pertama kali kami sampai beberapa petani Korea selatan menyeburkan diri ke laut yang sudah dijaga ketat oleh polisi Hongkong bahkan mereka berusaha menerobos masuk ke areal konferensi yang kebetulan lokasinya di tepi laut / dermaga. Mereka meneriakkan slogan DOWN DOWN WTO bahkan salah satu seorang delegasi dari bangladesh dan masih lengkap dengan jasnya ikut juga menyeburkan diri ke laut serta berteriak no wto. Sambil berdiri berdesakkan menyaksikkan tingkah mereka hati saya berkata kita semua satu suara menolak ketidak adilan yang dilakukan oleh badan perdagangan dunia ini hingga pada akhirnya kita semua sebagai manusia hanya di korbankan sebagai tumbal mereka. Di sisi lain dari petani yang menyeburkan diri itu adapula yang melakukan bentrok dengan polisi Hongkong agar dapat menembus barikade mereka.

Ramainya massa tidak hanya pada hari pertama tetapi juga pada hari-hari berikutnya selama KTT WTO berlangsung, di areal taman Victoria belasan tenda dan juga puluhan tempat mulai dari kafe hingga kampus dijadikan tempat berdiskusi dan workshop. Tema-tema yang dibicarakan pun mengenai isu-isu yang ada dalam WTO ataupun juga informasi-informasi mengenai perjuangan para NGO dan masyarakat sipil di dalam KTT WTO. Saya sendiri selalu berada di Victoria Park dari pagi hingga malam setiap harinya, sebab selain mencari topik yang menarik saya juga tidak mau ketinggalan momen untuk ikut dalam massa aksi yang setiap hari berlangsung. Bahkan saya sempat mengikuti aksi para buruh migran di Hongkong yang melakukan aksi keliling ke konsulat konsulat negara di kota Hongkong seperti konsulat Indonesia,Konsulat Malaysia,Konsulat Filipina,Konsulat Nepal,konsulat Thailand dan Konsulat Amerika Serikat mereka melakukan aksi dalam rangka menuntut hak-hak pekerja buruh migran mendapatkan servis yang layak kepada negaranya. Kembali kita ke areal workshop di taman Victoria yang begitu banyak isu mengingatkan saya kepada World Social Forum yang pernah saya ikuti di Mumbai,India tahun 2004 yang lalu. Dimana saya menemukan isu-isu yang unik dari mulai perdagangan bebas, kemiskinan,perempuan sampai kepada isu mengenai sms power sebuah kelompok yang ingin organisir gerakan sms. Semua orang disini dapat membebaskan ekspresinya dari mulai suara hingga seni seakan ruang publik disini benar-benar terjamin tidak seperti di Indonesia dimana kebebasan berpikir dan ekspresi mulai di perketat seakan-akan sesuai keinginan Neo Liberalisme. Yang jelas hari-hari selama berlangungnya WTO taman Victoria seakan menyambut hadirnya para aktivis anti globalisasi dari seluruh dunia untuk menyadarkan kota Hongkong ini agar terbuka akan demokrasinya dan juga berlaku adillah kepada kaum miskin yang ternyata cukup banyak juga di wilayah ini.

Hari-hari akhir terakhir menjelang berakhirnya konferensi WTO aksi-aski massa semakin militan, hal ini pula yang saya alami dan tidak akan terlupakan ketika kami bersama-sama massa aksi mendekati gedung pertemuan yang jaraknya hanya sekitar 100 meter dan kami menembus barikade daerah terlarang. Aksi ini terjadi pada tanggal 17 Desember ketika itu semenjak siang hari suasana lapangan Victoria sudah dipadati demnstran untuk melakukan aksi saat itu saya tidak tahu kalau ternyata rute aksi dilakukan di berbagai arah yang biasanya satu arah. Saya mengikuti rute seperti biasa dan memang hanya sedikit orang yang ikut rute ini ternyata di jalan-jalan kota Hongkong mereka berpisah dan mencoba provokasi menembus barikade yang telah dibuat oleh polisi. Sedangkan di massa yang saya ikuti bentrokpun tidak dapat dihindari para demonstran yang kebanyakkan petani korea selatan ini melemparkan kearah polisi rantai bahkan memukul mereka dengan tongkat-tongkat bendera, semprotan merica yang sangat perih itu tidak menyulutkan mereka untuk terus mencoba menembud barikade polisi yang terlihat sangat berlapis. Sedangkan luar areal saya melakukan aksi mereka telah menembus barikade polisi dan mendekati ke arah areal konferensi. Kemudian kami pun berpindah tempat dan bergabung dengan mereka kalian dapat bayangkan para aktivis ini berlari bersama-sama sambil meneriakkan slogan down-down WTO, kita bertemu di tengah jalan dan menuju areal terdekat konferensi. Mereka menyeberangi jalan highway di kota Hongkong melompati pagar jalan dan langung mendekati lokasi konferensi yang telah disiap siagakan pasukan polisi lengkap dengan mobil pansernya. Tanpa basa basi sore itu sekitar pukul 7 malam barisan massa langsung memukuli mereka dengan tongkat,pagar pembatas,rante, bahkan massa membentuk pagar pembatas segitiga dan diikat kemudian secara beramai-ramai didorong kearah polisi. Semprotan merica yang mengenai muka kami sangatlah pedas sekali-kali saya melihat para demonstran ini meminta air untuk menghilangkan rasa perih, terlihat di barisan ini Walden Bello ( Pemikir Anti Globalisasi ),Susan Goerge ( Pemikir Anti Globalisasi ) dan Jose Bove ( Petani militan dari Perancis ) mereka hanya berada di barisan massa ikut bergandengan tangan bersama massa. Bentrokkan menjadi besar ketika dari belakang datang kembali massa yang berjumlah ratusan kemudian memecah konsentrasi aparat dengan melakukan bentrok di titik lain sehingga apa yang terjadi karena polisi sudah tidak kuat mereka menembakkan Gas airmata, maka para massa aksi berlarian gas airmata yang dikeluarkan polisi Hongkong ini termasuk gas yang cukup keras karena membuat sesak nafas hal ini ingatkan saya akan tragedi semanggi. Berawal dari sinilah 900 aktivis ditangkap termasuk 23 dari indonesia mereka semua ditangkap ketika sehabis gas airmata dikeluarkan sekitar pukul 9 malam menduduki jalan highway tersebut sebagai simbol agar mereka dapat memasuki areal konferensi itu didalam sendiri info yang saya dapat sempat panik karena ulah kami para massa ini. Esok harinya tanggal 18 Desember aksi penutupan yang intinya hampir sama seperti hari pertama namun lebih terlihat damai dan diwarnai dengan isu bebaskan para aktivis yang ditangkap selama demo anti WTO. Sebab penangkapan yang dilakukan sangatlah melanggar prinsip-prinsip demokrasi bahkan kawan saya yang kebetulan warga Hongkong sendiri mengatakan bahwa tindakan ini adalah fasis, secara pribadi saya juga menyatakan mengutuk keras penangkapan atas para aktivis ini yang ternyata modal adalah segalanya bagi para aparat keamanan. Meski pada awal Januari ini semua sudah dibebaskan berkat tekanan internasional yang juga cukup menguat.

Itulah sekilas pandangan mata saya mengenai apa saja yang terjadi dalam aksi-aksi menolak WTO, mungkin kawan-kawan semua bertanya untuk apa semua ini dan mengapa mereka berkumpul dan berdemonstrasi hingga jauh-jauh dari negerinya. Hal ini dilakukan sebab sistem dunia sekarang ini telah dikuasai oleh bisnis bukan oleh publik yang menyebabkan banyak kerugian yang dialami masyarakat umum. Kita mungkin tidak sadar ketika saat ini rutinitas yang selama ini kita lakukan ternyata adalah rekayasa dari modal agar pasar bebas yang berjalan dapat lancar, karena pekerja dan masyarakat umum adalah korban paling dirugikan dalam hal ini. Masalah ini sama diseluruh dunia jadi hiraukan jika ada yang mengatakan bahwa beda dengan negara kita, semua memiliki kesamaan ketika hak-hak publik di bisniskan dan celakanya ini bukan dilakukan oleh kapitalisme global saja melainkan para kapitalis lokal pun ikut-ikutan. Maka jangan heran permasalahan yang tidak kunjung selesai di Indonesia karena ulah kapitalis-kapitalis lokal yang lebih celaka lagi saat ini bekerja sama dengan kapitalis global. Saya teringat kepada salah seorang aktivis dari kanada yang kebetulan ikut dalam barisam massa aksi ia mengatakan bahwa jangan berpikir kemiskinan cuma berlangsung di negara dunia ketiga tetapi dinegara maju pun terdapat kemiskinan, bahkan seorang aktivis dari inggris mengatakan kepada saya bahwa hidup di inggris sekarang juga lebih berat karena dijualnya fasilitas publik kepada bisnis seperti Universitas,Rumah Sakit, Transportasi dan pelayanan umum lainnya. Kalau di Indonesia dampak WTO dapat dirasakan dengan di bisniskannya Air,Listrik,Rumah sakit dan Sekolah yang menyebabkan kemiskinan semakin merajalela. Alasan itulah yang menyebabkan kenapa saya berangkat untuk ikut demonstrasi anti WTO itu karena apabila saya akan berkeluarga ataupun hidup nanti akan dihadapi oleh kebutuhan yang mahal dan hasil kerja yang sangat kecil semuanya bahkan tidak hanya akan dialami oleh saya namun semua masyarakat yang akhirnya negara hanya menjadi penampung modal dan nasiolisme hanya retorika bagi kaum kapitalis. Sementara bagi dunia ini sangatlah penting agar bisnis yang berjalan berkeliling dunia ini haruslah pro terhadap pembangunan jangan hanya memikirkan pasar bebas dan profit yang di dapat. WTO adalah sumber dari malapetaka dunia ini dimana pembagunan yang dianut oleh organisasi ini hanyalah pembangunan yang diarahkan ke arah neo liberalisme kemudian menjadi kan negara kearah konsumerisme yang menyebabkan korupsi semakin tinggi. Sehabis Hongkong perjuangan kembali dilakukan dimasing-masing negara demi untuk terwujudnya keadilan dunia dan menyuarakan suara rakyat miskin agar dunia ini tidak untuk di perjualbelikan.

Menulis Dengan Rasa

Menulis dengan rasa, inilah behind the scene dari proses menulis opini untuk Harian Kompas yang terbit (27/05/23).  Pagi itu saya sehabis la...