Tuesday, March 21, 2006

Usir neoliberalisme dari Indonesia

Akhirnya Indonesia yang diwakili pertamina melakukan kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak pendukung perang Irak dan nanti Iran yaitu Exxon mobil, kerjasama ini dalam rangka eksploitasi minyak di blok Cepu ( jawa tengah). Tidak ada yang diuntungkan dari kerjasama ini meski di informasikan bahwa pemerintah pusat akan mendapat 85% hasilnya sedangkan pemerintah daerah 1%, namun saya tetap tidak akan yakin bahwa perjanjian ini akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya. Pada konteks ini saya tidak akan membicarakan berapa hasil yang harus kita dapat namun lebih kepada pemaknaan ideologi neoliberalisme dibelakang perjanjian ini. Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa ideologi globalisasi saat ini lebih pada perkembangan dari pemikiran kapitalisme dengan memakai ide baru yaitu neoliberalisme. Ideologi neoliberalisme inilah yang saat ini ramai ditentang oleh orang-orang di Amerika Latin sebagai contoh Venezuela,Bolivia,Cuba yang secara jelas menolak ide ini kemudian di Amerika Serikat sendiri banyak pengamat ataupun kaum mudanya menentang ide neolib ini. Bahkan di Eropa tahun yang lalu berhasil menolak referendum konstitusi uni eropa yang isinya sarat dengan kepentingan neoliberalisme.


Apa sebenarnya neoliberalisme? Ialah sebuah pemikiran ekonomi yang mendukung kepentingan segelintir orang baik berupa perusahaan ataupun individu. Secara tidak ilmiah bisa dikatakan bahwa teori neoliberalisme ini adalah hak bagi individu atau perusahaan untuk mengelola usaha-usaha publik. Seperti yang terjadi saat ini di Indonesia banyak sektor public yang telah siap-siap di privatisasi ataupun dijual kepada pihak neoliberalisme. Ide ini pula bukan hanya milik global tetapi sudah berjalan mendunia maka tidak heran kalau saja pihak kita di lokal bisa menjadi agen dari paham ekonomi ini. Sistem ini sangat jelas tidak adil bagi dunia bagaimana tidak seluruh isi di bumi ini dapat di beli dan dijual oleh kepentingan individu, melalui kaki tangan mereka seperti badan-badan dunia sampai Negara-negara. Makanya kemarahan saya meningkat ketika perjanjian ini ditanda tangani, apakah mereka tidak berpikir bahwa permainan neoliberal dapat mematikan kita semua. Dengan adanya ini apakah harga BBM akan turun? Kesejahteraan rakyat bisa merata? Gaji pekerja akan naik? Listrik tidak naik? Dan pendidikan bisa gratis sampai universitas? Jawabannya sudah pasti akan tidak karena dari perkembangan kenaikkan dan penjualan aset Negara tidak ada satupun yang menguntungkan rakyat ataupun Negara.


Kaum politisi akhirnya memainkan isu perjanjian ini menjadi alat mereka bersilat lidah seakan-akan mereka heroik, sehingga bisa-bisa rakyat malah pro terhadap neliberal karena kepusingan mereka menghadapi pesilat lidah ini. Sementara aksi penolakannya pun kebanyakkan berbau sektarian yang menjurus kearah agama tertentu yang ujung-ujungnya kebebasan agama jadi hilang malah bisa-bisa kita menjadi totalitarian baru dengan bentuk agama. Karena negara-negara Arab yang sangat ketat aturan agamanya pun ternyata dibelakangnya didukung oleh modal besar. Jadi sebenarnya apa yang harus kita lakukan menghadapi derasnya arus neoliberalisme yang masuk ini, sebelumnya saya bisa dikatakan sepakat dengan berbagai pihak kalau menolak masuknya Exxon mobil. Hal yang harus berani kita lakukan sebenarnya adalah berani menasionalisasikan perusahaan minyak tersebut terutama pertamina dan serahkan pengelolaan pertamina ditangan pekerja jangan berikan kepada negara ataupun direkturnya, kemudian pekerja melakukan kontrol penuh terhadap pendapatan pertamina lalu mengaturnya secara demokrartis. Artinya jangan kasih kepercayaan pimpinan pertamina kepada direktur, pekerja harus berani mengaturnya sendiri karena saya yakin kecerdasan pekerja akan lebih dibandingkan direkturnya yang proses kenaikan jabatannya tidak berlangsung demokratis karena pekerja tidak diberi hak untuk memilih. Kepemimpinan perusahaan pertamina harus berbentuk seperti dewan yang terdiri dari beberapa orang dan dipilih oleh karyawan pertamina sendiri bukan dari negara ataupun intervensi lainnya. Lalu bagaimana dengan rakyatnya? Yaitu setelah dewan ini terbentuk maka secara otomatis perusahaan minyak yang ada di Indonesia yang saat ini dikelola oleh Exxon mobil,caltex,british petroleum,cevron Texaco segera diambil alih oleh pertamina dibawah kontrol dan kekuasaan pekerja kalau perlu pekerja di perusahaan minyak tersebut diatas ikut mengambil alih kontrol. Setelah itu barulah pembagian uang banyak disalurkan kepada sektor-sektor lain seperti pendidikan,kemiskinan,kesehatan, dan kesejahteraan. Intinya negara ini harus benar-benar dikelola oleh pekerja bukan politisi yang sebenarnya dibelakang mereka adalah kepentingan bisnis juga baik orang lokal ataupun global.


Sebelum perjanjian Exxon kita diramaikan juga oleh kasus pertambangan emas Freeport di Papua, ini menjadi besar ketika ribuan suku adat disekitar lembah tambang emas tersebut melakukan aksi pemblokiran di depan pintu masuk Freeport. Aksi yang sempat meluas ke jakarta itu dengan perusakkan kantor Freeport di plaza 89 tersebut merupakan bentuk kekecewaan terbesar dari rakyat papua atas ketidak adilan yang mereka terima selama ini. Sejak perusahaan ini berdiri tahun 1967 di papua dengan berbagai macam perjanjian keuntungan namun tetap saja rakyat papua tidak mendapatkan hasil yang memadai, bahkan pada masa Soeharto mereka dibungkam dengan diberikannya opsi Operasi Militer yang dimana kala itu papua di kuasai oleh militer dengan dalil membasmi gerakan pengacau keamanan ( istilah yang dipakai orde baru untuk melindungi kepentingan kapital ) hal ini dilakukan juga pada masa di Aceh selama puluhan tahun. Perlu diketahui masuknya Freeport ke papua tahun 1967 tidak lepas dari hasil pembunuhan terhadap jutaan orang yang dianggap komunis oleh pemerintahan orde baru di bawah kendali jenderal soeharto. Kita tahu peristiwa 65 yaitu terjadinya G 30 S setelah itu berlanjut dengan pembantaian massal terhadap orang yang dituduh komunis hingga penjatuhan soekarno hingga kemudian deras masuknya perusahaan-perusahaan kapitalisme Amerika seperti Exxon di Aceh dan Freeport di papua pada akhir tahun 1960-an akhirnya dengan dalil membantai komunisme kapitalisme Amerika tersebut masuk kedalam Indonesia. Maka kita dapat lihat pada pemerintahan soeharto perusahaan dari koporasi Amerika memenuhi etalase jendela Indonesia. Hal ini pula yang dilakukan soeharto yang bekerja sama dengan Amerika Serikat ketika menginvasi Timur-Timor yang dipaksakan menjadi bagian Indonesia pada tahun 1976 karena ketakutan Amerika Serikat akan bangkitnya kekuatan kiri di Asia Tenggara. jadi hubungannya dengan peristiwa Freeport ini ialah kekuatan kapitalisme Amerika Serikat di Indonesia sangatlah berpengaruh besar yang secara tidak langsung adanya hubungan dengan teori konspirasi yang mereka ciptakan di negeri ini. Adalah Freeport yang hingga saat ini menciptakan teori konspirasi untuk memiskinkan Papua dan membiarkan mereka hidup dengan keterbelakangan, hingga wajar dengan peristiwa beberapa hari lalu ketika mahasiswa dan rakyat papua marah hingga terjadi bentrokkan dengan polisi yang menyebabkan beberapa anggota polisi tewas. Namun sangat disayangkan ketika media meliput seakan-akan pembantaian itu hanya dilakukan oleh rakyat papua yang terkenal kejam padahal media sebenarnya tidak meliput kekejaman apa yang dilakukan para aparat terhadap para demonstran, sehingga saya melihat ada pola kesengajaan dari media yang ingin menyalahkan salah satu orang ataupun kelompok. Saya hanya melihat solusi terbaik adalah ambil alih Freeport ketangan rakyat papua untuk mereka kelola sendiri jangan berkata rasis terhadap mereka yang selama ini kita anggap bodoh,karena selama ini pola pikir kita telah disetting untuk merendahkan rakyat papua. Biarkan rakyat Papua menentukan nasibnya sendiri apalagi Freeport telah merugikan mereka bertahun-tahun dan pemerintah pusat Indonesia hanya memikirkan kerugian akan nama baik luar negeri dari segi investasi bukan kemanusiaan.


Kalau kita mau lihat bahwa kekuatan neoliberalisme di Indonesia masuk melalui berbagai macam cara, kasus Exxon dan Freeport hanyalah hasil final yang telah berhasil mereka capai. Namun kita juga harus mewaspadai agen-agen mereka di Indonesia, mereka bisa masuk melalui akademisi, pengusaha, ataupun pemerintahan. Dari akademisi kita bisa lihat dengan dibangunnya badan-badan bantuan seperti USAID, Ford foundation, rocketfeller foundation , ataupun badan-badan penelitian seperti CSIS, freedom institute dll. Melalui pengusaha ialah perusahaan-perusahaan korporat baik yang beskala kecil hingga besar mereka bisa masuk di segala sektor. Bahkan kini dalam bentuk media mereka juga menguasai yaitu melalui kerjasama seperti fox tv yang bekerjasama dengan antv, cnn bekerjasama dengan metro tv. Maka tidak heran apabila isu-isu yang dihembuskan oleh media saat ini sangat membiaskan kita untuk menontonnya, dimana tujuannya adalah agar proses korporat bergerak tidak terlihat oleh publik kita. Sedangkan pemerintahan tidak hanya kita yang menjadi kaki tangannya tapi juga melalui badan-badan seperti world bank,imf, wto, wef dll. Sehingga pemerintahan mau tidak mau suka tidak suka harus bekerjasama dengan mereka karena apabila tidak niscaya sanksi bisa jatuh kepada kita.


Akhirnya bisa kita simpulkan bahwa ternyata ekonomi neoliberalisme telah ada di Indonesia bahkan banyak yang kini berebut untuk menjadi agen mereka. Tidak heran kalau isu pornographi pun dihembus oleh neolib ataupun kapitalisme. Karena di balik konservatisme ternyata kekuatan kapital bermain hal ini dapat dibuktikkan di arab Saudi yang terkenal dengan syariat islam yang ketat namun apa dibalik itu semua si raja-raja minyak tetap menguasai ekonomi dan rakyat tetap terpuruk serta susah untuk hidup. Di Jakarta pun kita sekarang sedang diarahkan untuk menjadi pemuja neolib, dimana kita lihat ketika kampus mengeluarkan kebijakkan untuk mempintarkan mahasiswa tanpa memberi sense of social and critic, dewan kesenian dibentuk untuk mengumpulkan seniman agar tidak kritis, masyarakat dibagi-bagi dalam perkumpulan hobi, ruang-ruang publik dipagari bahkan esensi ruang publik adalah nongkrong di kafe yang mengarahkan kita ke konsumerisme, pekerja di beri kerjaan lebih sehingga sulit berpikir diluar kerjaan seperti bagaimana mereka berlibur,berdiskusi,membaca. Dan keluarga dipolarisasi sehingga patron ayah tetap menjadi ikon bahkan anak dijadikan alat kompetisi kebanggaan. Apa yang saya katakan ini merupakan realita kita yang perlahan-lahan diarahkan kepada neoliberalisme atau globalisasi ala mereka, kita harus sadar bahwa apabila sistem ini telah benar-benar masuk maka seluruh umat manusia di kita akan hancur. Bahkan yang lebih berbahaya ialah ketika kehidupan kita telah diatur oleh mereka, saya masih percaya bahwa perlawanan akan segera terjadi. Peristiwa yang saat ini terjadi di papua,perancis,palestina,irak,iran,Venezuela adalah bagian dari rentetan perlawanan mereka terhadap sistem globalisasi neoliberalisme. Usir neoliberalisme dari Indonesia dengan kekuatan rakyat dan pekerja menuju sistem keadilan bersama jadikan perlawanan di Indonesia menjadi inspirasi perlawanan di seluruh dunia……..

Menulis Dengan Rasa

Menulis dengan rasa, inilah behind the scene dari proses menulis opini untuk Harian Kompas yang terbit (27/05/23).  Pagi itu saya sehabis la...