Tuesday, January 02, 2007

IKLAN DAN BUDAYA KONSUMERISME


Pada abad 21 ini masyarakat di muka bumi tidak akan dapat bisa hidup tanpa hadirnya sebuah iklan. Kehadiran iklan di hampir setiap penjuru ruang dan tempat di bumi ini memancing manusia untuk dapat terus memburu sebuah produk yang di impikannya. Iklan selalu hadir di setiap tempat dimana pun kita berada, dimulai ketika sedang menonton televisi, ketika sedang berada dijalan raya dengan banyaknya billboard – billboard promosi, pada saat mendengarkan radio di mobil, membaca sebuah surat kabar, sampai kepada layanan promosi singkat melalui sms di handphone. Intinya kehidupan ini dipenuhi oleh berbagai macam bentuk promosi iklan.

Pembuat iklan tidak ada hentinya untuk terus menciptakan kreatifitas ini kehadapan masyarakat luas untuk memancing terus daya beli masyarakat yang haus akan sebuah konsumtifisme hidup, demi terciptanya jalan yang mulus bagi persaingan pasar. Derasnya arus iklan dalam era abad 21 ini membuat pola hidup masyarakat mengalami sebuah perubahan yang cukup besar, masyarakat kini sudah mengetahui produk apa yang disukai hanya sepintas atau sekilas melihat televisi atau pajangan iklan diberbagai ruang. Sehingga perkembangan iklan menjadi sebuah keterkaitan dengan budaya yang pada akhirnya menimbulkan sebuah permasalahan tersendiri, hal ini sempat dinyatakan oleh Yasmar Amir Piliang yang mengatakan “ Perkembangan iklan dan periklanan (Advertising) di dalam masyarakat konsumer dewasa ini telah memunculkan berbagai persoalan sosial dan kultural mengenai iklan, khususnya mengenai tanda (sign) yang digunakan, citra (image) yang ditampilkan, informasi yang disampaikan, makna yang diperoleh, serta bagaimana semuanya mempengaruhi persepsi, pemahaman, dan tingkah laku masyarakat” (Piliang, 2003).

Tampilan iklan yang disampaikan biasanya bisa berupa sebuah pengalaman realitas namun sering juga iklan menampilkan sebuah gambaran semu mengenai proses kehidupan yang ditampilkannya. Gambaran yang ingin diciptakan oleh iklan biasanya megandung nilai gaya hidup atau mempengaruhi sebuah budaya seperti bahasa – bahasa gaul, pola konsumsi masyarakat terhadap suatu barang, ataupun imajinasi masyarakat akan dampak dari sebuah produk yang telah diiklankan. Gambaran diatas hanyalah sebuah tampilan semu yang sebenarnya masyarakat tidak begitu menyadarinya, sehingga iklan seolah – olah dibawa dalam ruang nyata tetapi semu. Seperti yang diungkapkan oleh Yasmar Amir Piliang dalam bukunya Hipersemiotika yaitu “ iklan, seringkali menampilkan realitas yang tidak sesungguhnya dari sebuah produk. Iklan menampilkan realitas palsu. Dengan cara demikian, iklan telah melakukan sebuah kebohongan terhadap publik”.

Realitas palsu yang diciptakan iklan tidak dipungkiri saat ini sering terjadi dalam penayangan ataupun tampilan gambarnya diberbagai media mulai dari televisi hingga billboard. Hal ini dapat dibuktikkan dengan tidak originalitasnya tampilan iklan yang ditayangkan, biasanya iklan selalu tampil dengan latar belakang atau background yang fiktif dan alur cerita yang selalu mengada –ada. Kalaupun ada yang sesuai dengan realita, biasanya itu juga berdasarkan mass culture ( budaya massa) yang sedang terjadi saat itu.

Pada masa lalu mungkin iklan menjadi sebuah alat promosi bagi sebuah produk sehingga akan banyak konsumen yang memanfaatkan iklan, namun seiring dengan perkembangan jaman dan makin meningkatnya masyarakat yang melek teknologi dan televisi membuat iklan tidak hanya menjadi alat promosi tetapi juga menjadi bagian realitas kehidupan masyarakat. Iklan pada masa kini telah menjadi alat pengubah kebudayaan bukan hanya lagi sebagai alat promosi produk, kini iklan lebih sedikit menyampaikan soal produk secara langsung. Dan lebih banyak iklan berkutat dengan menyampaikan atau memparodikan iklan itu sendiri dengan mengutip iklan – iklan yang lain, dengan mengambil rujukan – rujukan dari budaya populer maupun dengan secara sadar memperjelas statusnya sebagai iklan.

Iklan – iklan saat ini lebih banyak berkutat dengan representasi – representasi kultural iklan daripada kualitas produk yang diiklankan yang dimiliki di dunia luar, sebuah kecenderungan untuk tetap bersentuhan dengan tumbangnya realitas yang diandaikan di dalam budaya populer. Tampilan iklan yang bergaya, kutipan – kutipan cerdasnya dari budaya maupun seni populer, cerita – cerita mininya, perhatiannya terhadap hal – hal yang bersifat permukaan, sindiran – sindiran yang penuh kelucuan dengan mengorbankan iklan itu sendiri, penyingkapan secara sadar akan sifat iklan sebagai konstruksi media, maupun pendaurulangan masa lalu secara terang – terangan, semuanya itu dapat dikatakan sebagai indikasi lahirnya postmodern dalam iklan televisi.

Menulis Dengan Rasa

Menulis dengan rasa, inilah behind the scene dari proses menulis opini untuk Harian Kompas yang terbit (27/05/23).  Pagi itu saya sehabis la...