MEISTRA BUDIASA
RUANG VIRTUAL ADALAH RUANG EKSPRESIKU
Sunday, May 28, 2023
Saturday, October 26, 2019
Saya kembali nge blog...
Sunday, February 02, 2014
Mcdonaldisasi Perjanjian Paket Bali WTO
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke 9 WTO telah berakhir pada tanggal 7 Desember2013 dengan menghasilkan kesepakatan perjanjian yang tercantum dalam paket Bali. Konferensi ini sempat harus diundur penutupannya yang seharusnya pada tanggal 6 Desember 2013 dikarenakan alotnya suasana perundingan yang membuat para delegasi harus melakukan lobi-lobi hingga dini hari. Kesepakatan di Bali ini membangkitkan kembali semangat perdagangan multilateral yang sejak WTO didirikan tidak pernah mengalami kesepakatan dan selalu terjadi kebuntuan. Kesepakatan perdagangan yang tertuang dalam paket Bali ini mencakup tiga bidang yakin Fasilitas Perdagangan, Pertanian, dan Kapasitas Negara Miskin (LDC). Pemerintah mengklaim bahwa ketiga poin kesepakatan tersebut telah mengakomodir permintaan negara berlembang, setelah sebelumnya India secara tegas menolak adanya perjanjian dalam KTM 9 WTO ini karena tidak ingin subsidi pertanian di intervensi oleh perjanjian WTO. Belakangan India melunak dengan disetujuinya permintaan agar petani di subsidi oleh pemerintah, strategi ini kemudian membuat kesepakatan Bali semakin mendapat legitimasi untuk di setujui. Secara ringkas isi perjanjian Paket Bali tersebut sebagai berikut :
Fasilitas Perdagangan, kesepakatan ini adalah perjanjian yang memberi peluang ke pada swasta agar arus logistik perdagangan baik ekspor dan impor dapat berjalan secara efisien serta mudah tanpa hambatan. Artinya negara tidak banyak mengatur kelancaran arus logistic perdagangan karena semuanya dapat ditata secara teratur melalui peran swasta, mereka akan membangun banyak pelabuhan, fasilitas penyimpanan logisitik yang dibangun secara mandiri dengan lebih meminimalkan peran dari negara ataupun pemerintah. Perjanjian di bidang fasilitas perdagangan ini akan melahirkan jumlah tenaga kerja baru namun bisa dipastikan sifatnyakontrak seperti (buruh panggul, supir kontainer, satpam penyimpanan logistik, timer, pengatur kontainer di pelabuhan, dsb). Kesepakatan lain yang tertuang pada poin ini adalah penyederhanaan aturan untuk kelancaran arus logistik barang yakni dengan mengurangi serta mempelonggar berbagai prasyarat pengiriman maupun penerimaan barang. Agar lebih efisien maka prosesnya menggunakan media internet, di mana demi kelancaran arus logistik barang tersebut setiap negara wajib mefasilitasi informasi dan pedaftaran arus barang melalui media internet.
Pertanian, di sektor ini proses kesepakatannya cukup dramatis. Sebelumnya India menolak keras bidang ini di agendakan menjadi perjanjian multilateral karena negaranya sangat kuat mensubsidi petaninya agar peran negara untuk melindungi rakyatnya bisa terjamin penuh.Namun karena begitu dinamisnya suasana perundingan akhirnya India melunak dan mensetujui perjanjian bidang pertanian ini. Dalam kesepakatan paket Bali, bidang pertanian disepakati setelah melalui kompromi bahwa negara berkembang dapat memberikan subsidi kepada pertanian agar melindungi para petani dari serbuan produk pangan impor. Negara berlembang dapat memberikan tariff tinggi ketika ada produk impor masuk ke negaranya, sementara negara maju pun diharuskan untuk menerapkan tarif yang rendah agar bisa menerima produk dari negara berkembang sehingga ini peluang bagi petani untuk lebih banyak memproduksi agar dapat menjadi eksportir di bidang pertanian. Permasalahannya ketika pasar bebas benar-benar terjadi apakah tidak ada standarisasi produk pertanian? Dan bagaimana apabila serbuan produk impor yang memiliki standarisasi bisa dengan mudah masuk ke pasar Indonesia?. Pertanyaan besar itu harus dipikirkan oleh pemerintah sebab kita tidak bisa anggap ringan kemajuan negara berkembang lainnya dalam mengelola produksi pertaniannya. Apalagi petani di Indonesia khususnya buruh tani masih minim dalam pengetahuan standarisasi tersebut.
Komitmen Terhadap Negara kurang berkembang, kesepakatan lain yang dikeluarkan dalam paket Bali yakni mengenai fasilitasi perdagangan bagi negara kurang berkembang. Dalam isi perjanjiannya negara kurang berkembang ini akan mendapat kemudahan berupa transfer teknologi dan peningkatan sumber daya manusia. Bahkan dengan sesumbarnya Wakil Menteri perdagangan Indonesia Bayu KrisnaMukti ketika berdialog dengan delegasi masyarakat sipil indonesia menyatakan bahwa bila negara kurang berkembang itu tidak mampu membangun fasilitas perdagangan maka Indonesia siap memberi bantuannya. Kesepakatan di klausul ini akan menjebak negara kurang berkembang ketika menghadapi era perdagangan tanpa batas ini. Lebih buruknya lagi negara kurang berkembang tersebut akan menjadi sapi perahan dari negara majuataupun berkembang.
Dampak Sosial Budaya. ..
Perjanjian paket Bali yang dihasilkan oleh WTO memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada kehidupan sosial budaya di masyarakat. Karena badan perdagangan dunia ini merupakan motor terpenting dari sistem Globalisasi yang mengatur segala hal berhubungan dengan pasar bebas. Sosiolog George Ritzer mendefiniskan sistem globalisasi ini seperti restoran cepat saji yang melahirkan model McDonaldlisasi. Model ini memiliki empat karakter yakni Efisiensi, Kalkulasi, Standarisasi, dan Kontrol (Ritzer, 2002:16). Efisiensi, dalam prakteknya seperti bekerja di restoran cepat saji yang meminimalisir waktu namun dapat memuaskan pelanggan, Kalkukasi, yakni bekerja hanya mengandalkan kuantitas artinya mengutamakan seberapa cepat pekerjaan selesai berdasarkan kemauan klien, Standarisasi, menyamakan jenisproduk ataupun pekerjaan sama seperti yang ada di negara yang lebih maju, dan Kontrol, adalah sistem kerja terseragamkan dengan mengandalakan teknologi non manusia. Kesepakatan WTO yang tertuang di Paket Bali akan semakin melegitimasi sistem Mcdonaldlisasi produksi dan konsumsi manusia. Di mana isi dari klausul perjanjian tersebut lebih mengarah kepada sistem bekerja secara massal dan efisien, hal ini dibuktikkan pada beberapa poin kesepakatan Bali. Dalam fasilitas perdagangan misalnya akan banyak dibangun pelabuhan logisitik oleh swasta dengan syarat pengurangan biaya masuk, kecepatan pengiriman maupun penerimaan barang, serta alur perijinan yang harus lebih dipermudah.Tranparansi alur perdagangan juga perlu ditampilkan dalam media internet sehingga para eksportir dan importir dapat melihatnya secara terbuka. Para buruh yang pekerjaannya termasuk dalam poin kesepakatan ini akan mengikuti ritme McDonaldisasi ketika bekerja seperti harus cepat, efisien waktu, mengandalkan teknologi, dan menghasilkan kuantitas kerja yang bagus bukan kualitas.
Secara umum klausul perjanjian WTO yang ada dalam paket Bali memiliki implikasi sosial budaya yang cukup signifikan. Ketika berbicara kesepakatan dalam fasilitas perdagangan,maka akan banyak pelabuhan-pelabuhan dan fasilitas logistik perdagangan yang dibangun oleh pihak swasta dan ini bisa melahirkan konflik baru dimasyarakat khsususnya di bidang pertanahan karena akan terjadi banyak pembebasan lahan agar proses pembangunan fasilitas tersebut cepatterlaksana. Di bidang pertanian, para petani khususnya buruh tani akan semakin sulit mengejar target produksi apalagi kondisi alam saat ini mengalami perubahan akibat pemanasan global.Belum lagi petani harus berjuang mengejar standarisasi yang mungkin nantinya berlaku secara internasional bukan lagi secara lokal dan yang paling mengerikan mereka harus menghadapi serbuan produk impor yang bisa jadi lebih cepat datangnya sebelum panen terjadi. Buruh taniyang tidak memiliki lahan dan tidak mengenyam pendidikan yang memadai pasti akan kelelahan hadapi persaingan bebas tersebut sehingga mereka mengalihkan pekerjaannya menjadi buruhpanggul di pelabuhan atau industri tersebut.
Pemerintah sejak dini seharusnya sudah mendeteksi gejala-gejala tersebut karena ketika sudah berani dan siap membuka perjanjian perdagangan bebas maka ada konsekuensi –konsekuensi yang lebih memiliki dampak di masyarakat. Pemerintah sebaiknya lebih membuka dialog dengan masyarakat umum bukan dengan yang mengklaim mewakili masyarakat,kecenderungannya para pemangku kebijakan di negeri ini lebih mengandalkan kemampuan dirinya serta kelompok sosialnya tanpa harus melihat kondisi realitas sehari-hari masyarakat yang dialami.
Thursday, May 30, 2013
Melestarikan Status Elit Politik di Tayangan Berita TV
Menyikapi Globalisasi
Tuesday, October 23, 2012
Skandal Perselingkuhan Para Pejabat Negara
Thursday, October 04, 2012
Menulis Dengan Rasa
Menulis dengan rasa, inilah behind the scene dari proses menulis opini untuk Harian Kompas yang terbit (27/05/23). Pagi itu saya sehabis la...