Wednesday, January 18, 2006

Suara massa dari Hongkong

Down-down WTO itulah slogan yang selalu terdengar di Victoria Park tempat para aktivis anti WTO berkumpul setiap hari dari tanggal 11 - 18 Desember 2005. Ribuan orang tiap harinya berkumpul di Taman Victoria ini untuk menyuarakan pendapatnya menolak pertemuan tingkat menteri WTO di Hongkong. Para aktivis yang terdiri dari petani, buruh migran, pemuda, akademisi,pekerja dan aktivis-aktivis masyarakat sipil dari seluruh dunia berdiskusi dan workshop di areal Victoria Park. Di luar areal Victoria Park ada juga yang setiap harinya melakukan aksi demonstrasi dengan berbagai macam slogan dan atribut guna menolak pertemuan WTO ini.

Pada hari pertama saya tiba yaitu tepatnya tanggal 11 Desember aksi yang berlangsung realtif di dominasi oleh buruh migran indonesia yang ada di Hongkong, dan demonstrasi pada tanggal ini lebih terlihat seperti karnaval karena hanya diramaikan oleh tari-tarian dan aneka boneka-boneka raksasa. Meskipun begitu slogan-slogan anti WTO terdengar di sepanjang jalan menuju kantor pusat pemerintahan Hongkong guna menyampaikan pendapatnya agar pertemuan WTO kali ini berjalan adil.

Esok harinya tanggal 12 Desember kegiatan di Victoria Park cukup banyak karena maklumlah pada tanggal ini konsentrasi aksi belum terlalu aktif hanya aksi-aksi kecil saja di sekitar lapangan. Pada tanggal ini pula para petani korea yang berjumlah ribuan orang baru saja berdatangan. seluruh media di Hongkong menyoroti kedatangan mereka karena mereka mengalami kesulitan masuk kedalam kota Hongkong walau begitu akhirnya mereka bisa memasuki kota ini.

13 Desember 2005 saya bangun sangat pagi sekali karena pada tanggal ini aksi dalam rangka menolak KTM VI WTO akan dimulai. Perjalanan dari Mongkok ( tempat saya menginap ) hingga Victoria Park memakan waktu 40 menit dengan MTR ( kereta underground ), pada hari ini suasan penjagaan ketat sangat terasa polisi berada di setiap jalan dan stasiun kereta bawah tanah. Ketika saya sampai di Victoria Park sangat terasa pula suasana perlawanan dari masyarakat sipil, ribuan orang sudah berkumpul dan masing-masing organisasi melakukan orasi memancing semangat demonstran. Pukul 2 siang massa mulai berjalan menuju Wanchai district tempat areal khusus untuk melakukan demonstrasi yang jaraknya kurang lebih 3 kilometer dari areal konferensi. Saya sendiri masuk dalam barisan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong yang sepanjang jalan dari Victoria hingga Wanchai meneriakkan yel yel Junk-Junk WTO, aksi massa yang berjalan melalui jalur khusus yang disediakan untuk massa aksi. Diantara himpitan gedung-gedung tinggi kota Hongkong dan maraknya tempat perbelanjaan yang menyimbolkan kota ini sebagai kota pasar bebas massa aksi berjalan dan terus berteriak menolak pasar bebas sedangkan warga kota hongkong juga banyak yang memadati jalan sepanjang jalur aksi. Sesampainya kami di arel demonstrasi udara dingin sangat terasa maklumlah saat itu cuaca sekitar 16 derajat celcius namun militansi massa masih tetap ada. Hal ini di buktikkan ketika baru pertama kali kami sampai beberapa petani Korea selatan menyeburkan diri ke laut yang sudah dijaga ketat oleh polisi Hongkong bahkan mereka berusaha menerobos masuk ke areal konferensi yang kebetulan lokasinya di tepi laut / dermaga. Mereka meneriakkan slogan DOWN DOWN WTO bahkan salah satu seorang delegasi dari bangladesh dan masih lengkap dengan jasnya ikut juga menyeburkan diri ke laut serta berteriak no wto. Sambil berdiri berdesakkan menyaksikkan tingkah mereka hati saya berkata kita semua satu suara menolak ketidak adilan yang dilakukan oleh badan perdagangan dunia ini hingga pada akhirnya kita semua sebagai manusia hanya di korbankan sebagai tumbal mereka. Di sisi lain dari petani yang menyeburkan diri itu adapula yang melakukan bentrok dengan polisi Hongkong agar dapat menembus barikade mereka.

Ramainya massa tidak hanya pada hari pertama tetapi juga pada hari-hari berikutnya selama KTT WTO berlangsung, di areal taman Victoria belasan tenda dan juga puluhan tempat mulai dari kafe hingga kampus dijadikan tempat berdiskusi dan workshop. Tema-tema yang dibicarakan pun mengenai isu-isu yang ada dalam WTO ataupun juga informasi-informasi mengenai perjuangan para NGO dan masyarakat sipil di dalam KTT WTO. Saya sendiri selalu berada di Victoria Park dari pagi hingga malam setiap harinya, sebab selain mencari topik yang menarik saya juga tidak mau ketinggalan momen untuk ikut dalam massa aksi yang setiap hari berlangsung. Bahkan saya sempat mengikuti aksi para buruh migran di Hongkong yang melakukan aksi keliling ke konsulat konsulat negara di kota Hongkong seperti konsulat Indonesia,Konsulat Malaysia,Konsulat Filipina,Konsulat Nepal,konsulat Thailand dan Konsulat Amerika Serikat mereka melakukan aksi dalam rangka menuntut hak-hak pekerja buruh migran mendapatkan servis yang layak kepada negaranya. Kembali kita ke areal workshop di taman Victoria yang begitu banyak isu mengingatkan saya kepada World Social Forum yang pernah saya ikuti di Mumbai,India tahun 2004 yang lalu. Dimana saya menemukan isu-isu yang unik dari mulai perdagangan bebas, kemiskinan,perempuan sampai kepada isu mengenai sms power sebuah kelompok yang ingin organisir gerakan sms. Semua orang disini dapat membebaskan ekspresinya dari mulai suara hingga seni seakan ruang publik disini benar-benar terjamin tidak seperti di Indonesia dimana kebebasan berpikir dan ekspresi mulai di perketat seakan-akan sesuai keinginan Neo Liberalisme. Yang jelas hari-hari selama berlangungnya WTO taman Victoria seakan menyambut hadirnya para aktivis anti globalisasi dari seluruh dunia untuk menyadarkan kota Hongkong ini agar terbuka akan demokrasinya dan juga berlaku adillah kepada kaum miskin yang ternyata cukup banyak juga di wilayah ini.

Hari-hari akhir terakhir menjelang berakhirnya konferensi WTO aksi-aski massa semakin militan, hal ini pula yang saya alami dan tidak akan terlupakan ketika kami bersama-sama massa aksi mendekati gedung pertemuan yang jaraknya hanya sekitar 100 meter dan kami menembus barikade daerah terlarang. Aksi ini terjadi pada tanggal 17 Desember ketika itu semenjak siang hari suasana lapangan Victoria sudah dipadati demnstran untuk melakukan aksi saat itu saya tidak tahu kalau ternyata rute aksi dilakukan di berbagai arah yang biasanya satu arah. Saya mengikuti rute seperti biasa dan memang hanya sedikit orang yang ikut rute ini ternyata di jalan-jalan kota Hongkong mereka berpisah dan mencoba provokasi menembus barikade yang telah dibuat oleh polisi. Sedangkan di massa yang saya ikuti bentrokpun tidak dapat dihindari para demonstran yang kebanyakkan petani korea selatan ini melemparkan kearah polisi rantai bahkan memukul mereka dengan tongkat-tongkat bendera, semprotan merica yang sangat perih itu tidak menyulutkan mereka untuk terus mencoba menembud barikade polisi yang terlihat sangat berlapis. Sedangkan luar areal saya melakukan aksi mereka telah menembus barikade polisi dan mendekati ke arah areal konferensi. Kemudian kami pun berpindah tempat dan bergabung dengan mereka kalian dapat bayangkan para aktivis ini berlari bersama-sama sambil meneriakkan slogan down-down WTO, kita bertemu di tengah jalan dan menuju areal terdekat konferensi. Mereka menyeberangi jalan highway di kota Hongkong melompati pagar jalan dan langung mendekati lokasi konferensi yang telah disiap siagakan pasukan polisi lengkap dengan mobil pansernya. Tanpa basa basi sore itu sekitar pukul 7 malam barisan massa langsung memukuli mereka dengan tongkat,pagar pembatas,rante, bahkan massa membentuk pagar pembatas segitiga dan diikat kemudian secara beramai-ramai didorong kearah polisi. Semprotan merica yang mengenai muka kami sangatlah pedas sekali-kali saya melihat para demonstran ini meminta air untuk menghilangkan rasa perih, terlihat di barisan ini Walden Bello ( Pemikir Anti Globalisasi ),Susan Goerge ( Pemikir Anti Globalisasi ) dan Jose Bove ( Petani militan dari Perancis ) mereka hanya berada di barisan massa ikut bergandengan tangan bersama massa. Bentrokkan menjadi besar ketika dari belakang datang kembali massa yang berjumlah ratusan kemudian memecah konsentrasi aparat dengan melakukan bentrok di titik lain sehingga apa yang terjadi karena polisi sudah tidak kuat mereka menembakkan Gas airmata, maka para massa aksi berlarian gas airmata yang dikeluarkan polisi Hongkong ini termasuk gas yang cukup keras karena membuat sesak nafas hal ini ingatkan saya akan tragedi semanggi. Berawal dari sinilah 900 aktivis ditangkap termasuk 23 dari indonesia mereka semua ditangkap ketika sehabis gas airmata dikeluarkan sekitar pukul 9 malam menduduki jalan highway tersebut sebagai simbol agar mereka dapat memasuki areal konferensi itu didalam sendiri info yang saya dapat sempat panik karena ulah kami para massa ini. Esok harinya tanggal 18 Desember aksi penutupan yang intinya hampir sama seperti hari pertama namun lebih terlihat damai dan diwarnai dengan isu bebaskan para aktivis yang ditangkap selama demo anti WTO. Sebab penangkapan yang dilakukan sangatlah melanggar prinsip-prinsip demokrasi bahkan kawan saya yang kebetulan warga Hongkong sendiri mengatakan bahwa tindakan ini adalah fasis, secara pribadi saya juga menyatakan mengutuk keras penangkapan atas para aktivis ini yang ternyata modal adalah segalanya bagi para aparat keamanan. Meski pada awal Januari ini semua sudah dibebaskan berkat tekanan internasional yang juga cukup menguat.

Itulah sekilas pandangan mata saya mengenai apa saja yang terjadi dalam aksi-aksi menolak WTO, mungkin kawan-kawan semua bertanya untuk apa semua ini dan mengapa mereka berkumpul dan berdemonstrasi hingga jauh-jauh dari negerinya. Hal ini dilakukan sebab sistem dunia sekarang ini telah dikuasai oleh bisnis bukan oleh publik yang menyebabkan banyak kerugian yang dialami masyarakat umum. Kita mungkin tidak sadar ketika saat ini rutinitas yang selama ini kita lakukan ternyata adalah rekayasa dari modal agar pasar bebas yang berjalan dapat lancar, karena pekerja dan masyarakat umum adalah korban paling dirugikan dalam hal ini. Masalah ini sama diseluruh dunia jadi hiraukan jika ada yang mengatakan bahwa beda dengan negara kita, semua memiliki kesamaan ketika hak-hak publik di bisniskan dan celakanya ini bukan dilakukan oleh kapitalisme global saja melainkan para kapitalis lokal pun ikut-ikutan. Maka jangan heran permasalahan yang tidak kunjung selesai di Indonesia karena ulah kapitalis-kapitalis lokal yang lebih celaka lagi saat ini bekerja sama dengan kapitalis global. Saya teringat kepada salah seorang aktivis dari kanada yang kebetulan ikut dalam barisam massa aksi ia mengatakan bahwa jangan berpikir kemiskinan cuma berlangsung di negara dunia ketiga tetapi dinegara maju pun terdapat kemiskinan, bahkan seorang aktivis dari inggris mengatakan kepada saya bahwa hidup di inggris sekarang juga lebih berat karena dijualnya fasilitas publik kepada bisnis seperti Universitas,Rumah Sakit, Transportasi dan pelayanan umum lainnya. Kalau di Indonesia dampak WTO dapat dirasakan dengan di bisniskannya Air,Listrik,Rumah sakit dan Sekolah yang menyebabkan kemiskinan semakin merajalela. Alasan itulah yang menyebabkan kenapa saya berangkat untuk ikut demonstrasi anti WTO itu karena apabila saya akan berkeluarga ataupun hidup nanti akan dihadapi oleh kebutuhan yang mahal dan hasil kerja yang sangat kecil semuanya bahkan tidak hanya akan dialami oleh saya namun semua masyarakat yang akhirnya negara hanya menjadi penampung modal dan nasiolisme hanya retorika bagi kaum kapitalis. Sementara bagi dunia ini sangatlah penting agar bisnis yang berjalan berkeliling dunia ini haruslah pro terhadap pembangunan jangan hanya memikirkan pasar bebas dan profit yang di dapat. WTO adalah sumber dari malapetaka dunia ini dimana pembagunan yang dianut oleh organisasi ini hanyalah pembangunan yang diarahkan ke arah neo liberalisme kemudian menjadi kan negara kearah konsumerisme yang menyebabkan korupsi semakin tinggi. Sehabis Hongkong perjuangan kembali dilakukan dimasing-masing negara demi untuk terwujudnya keadilan dunia dan menyuarakan suara rakyat miskin agar dunia ini tidak untuk di perjualbelikan.

Menulis Dengan Rasa

Menulis dengan rasa, inilah behind the scene dari proses menulis opini untuk Harian Kompas yang terbit (27/05/23).  Pagi itu saya sehabis la...